Selasa, 12 November 2013

Mari Mengenal Kopi Robusta "AKUR" dari Temanggung


Walau diuntungkan dengan keberadaan tengkulak yang membeli kopi dengan harga yang lebih tinggi, kondisi ini tak membuat petani kopi robusta Desa Mento, Temanggung senang. Soalnya, mereka merasa dipermainkan oleh ulah tengkulak. Untuk melawan praktik kotor tengkulak, petani mendirikan koperasi.

Suparno terlihat mengecek layar telepon genggamnya untuk melihat harga pasaran kopi dunia. "Harga per kilogram Rp 19.000. Tapi, kemarin ada yang beli di atas harga ini," kata petani kopi Desa Mento itu.

Heru Prayitno paham betul dengan kalimat yang dilontarkan Suparno. Ya, "Ada mafia perdagangan kopi di sini," ungkap Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Akur II Desa Mento ini.

Menurut Heru, petani kopi robusta Desa Mento tidak berdaya dipermainkan tengkulak atau mafia, begitu Heru lebih suka menyebutnya. Tengkulak yang berasal dari luar Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah itu membeli berbagai macam kopi untuk diolah menjadi kopi kering. "Mereka langsung datang dari rumah ke rumah," ujar Heru.

Walau membeli dengan harga di atas pasaran dunia, kondisi itu ternyata tidak seluruhnya menguntungkan para petani. Sebab, tengkulak tidak berani membeli dalam jumlah besar. Mereka hanya mengambil satu atau dua kuintal saja. "Maksimal lima kuintal," kata Heru.

Setelah melakukan pembelian, tengkulak kemudian membawa kopi dari Desa Mento ke pengepul. Heru bilang, di setiap kecamatan di Temanggung ada satu pengepul.Di tangan pengepul dan tengkulak inilah, kopi lalu dicampur, walau kualitasnya berbeda. "Jadi, petani kopi berkualitas bagus rugi. Petik kopi merah dengan kopi hijau, sama saja harganya," ujar Heru. Padahal, kopi seharusnya di panen dalam keadaan matang ketika buah berwarna merah.

Kopi robusta asal Desa Mento memiliki kualitas grade II dari empat gradekopi. KUB Akur II sendiri membawahkan empat dusun, salah satunya Dusun Gamplok dengan 34 petani kopi. Bagi Heru dan anggota KUB Akur II, ulah tengkulak itu telah membuat harga kopi berantakan. Sekalipun sering membeli dengan harga lebih tinggi, toh pamor kopi robusta Desa Mento bisa terganggu.

Melihat kondisi ini, Heru berniat mendirikan koperasi kopi di Desa Mento. Ia berharap, dengan kehadiran koperasi itu, petani tidak lagi menjual kopi ke tengkulak. Sehingga, mereka tidak bisa dipermainkan dan nama besar Desa Mento sebagai penghasil kopi robusta terbaik tidak tercoreng.

Koperasi ini membeli seluruh kopi setelah menjadi kopi kering. "Tapi, itu bisa terjadi jika petani punya stok untuk memenuhi pasar," ucap Heru. Dengan stok yang cukup, maka petani bisa menyepakati harga jual kopi.

Namun, rupanya keinginan Heru belum dapat terwujud. "Prosesnya pelik," kata Heru. Padahal, koperasi ini juga diharapkan mampu mempermudah petani mengajukan pinjaman ke bank.


Para petani keberatan dengan sistem sekarang yang memberikan syarat bunga yang sama, antara pinjaman usaha kecil dengan pinjaman umum. "Pinjaman usaha seharusnya mendapat bunga nol koma, sedangkan umum satu koma," ujar Heru. 

Oleh karena itu, Heru berharap pemerintah daerah mau memberikan dana talangan untuk pembentukan koperasi sekaligus menggenjot stok kopi. Ia menghitung, butuh dana sekitar Rp 200 juta hingga Rp 300 juta dalam waktu tiga bulan.

referensi : http://peluangusaha.kontan.co.id/news/petani-kopi-robusta-melawan-tengkulak-bersenjata-koperasi-3-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar